Selasa, 01 Mei 2012


Istri Yang Di Anggap Durhaka Kepada Suami"

Apabila dipanggil oleh suaminya ia tidak datang.
Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:“Apabila suami memanggil isterinya ke tempat tidur. ia tidak datang nescaya malaikat melaknat isteri itu sampai Subuh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Membantah suruhan atau perintah suami.
Sabda Rasulullah SAW: ‘Siapa saja yang tidak berbakti kepada suaminya maka ia mendapat laknat dan Allah dan malaikat serta semua manusia.”

Bermuka masam terhadap suami.
Sabda Rasulullah SAW: “Siapa saja perempuan yang bermuka masam di hadapan suaminya berarti ia dalam kemurkaan Allah sampai ia senyum kepada suaminya atau ia meminta keredhaannya.”

Jahat lidah atau mulut pada suami.
Sabda Rasulullah SAW: “Dan ada empat golongan wanita yang akan dimasukkan ke dalai Neraka (diantaranya) ialah wanita yang kotor atau jahat lidahnya terhadap suaminya.”

Membebankan suami dengan permintaan yang diluar kemampuannya.

Keluar rumah tanpa izin suaminya.
Sabda Rasulullah SAW: “Siapa saja perempuan yang keluar rumahnya tanpa ijin suaminya dia akan dilaknat oleh Allah sampai dia kembali kepada suaminya atau suaminya redha terhadapnya.” (Riwayat Al Khatib)

Berhias ketika suaminya tidak disampingnya.
Maksud firman Allah: “Janganlah mereka (perempuan-perempuan) menampakkan perhiasannya melainkan untuk suaminya.” (An Nur 31)

Menghina pengorbanan suaminya.
Maksud Hadis Rasulullah SAW: “Allah tidak akan memandang (benci) siapa saja perempuan yang tidak berterima kasih di atas pengorbanan suaminya sedangkan dia masih memerlukan suaminya.”

Mengijinkan masuk orang yang tidak diijinkan suaminya ke rumah
maksud Hadis: “Jangan ijinkan masuk ke rumahnya melainkan yang diijinkan A suaminya.” (Riwayat Tarmizi)

Tidak mau menerima petunjuk suaminya.
Maksud Hadis: “Isteri yang durhaka hukumnya berdosa dan dapat gugur nafkahnya ketika itu. Jika ia tidak segera bertaubat dan memint ampun dari suaminya, Nerakalah tempatnya di Akhirat kelak. Apa yang isteri buat untuk suami adalah semata-mata untuk mendapat keredhaan Allah SWT”

Kamis, 01 Maret 2012

SAHABATKU..**I**A


1 Maret 2012
Pukul 20.30 WITA
Percakapan dengan seorang sahabat di FB, yang diawali dengan kment sttus, berujung curcol..hehehehe, dan berakhir dengan saling memberi motivasi. Semoga harapan terwujud.
Jadi pingin nulis di sini decchhhh..


Kadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan harapan. Bahkan dapat menimbulkan kekecewaan. Tapi apakah harus disesalkan?
Mungkin itu yang terbaik. Sudah jalannya seperti itu. Allah yang mengaturnya.
Begitu yang dialami “SAHABAT”

Sebuah obrolan masih berlanjut, di pertengahan dia bilang:
  makasih yaa
  mama dedeh
  hehe
  siraman rohaninya sangat membantu semangtku lg
  haha
#Jadi tertawa aku mendengarnya..hahahahaha
Buat “SAHABATKU” teep semangat ya? jangan terlalu dipikir, ntar pusing.
“Lupakan…Lupakan…Lupakan..(copas sttus tman)
Sahabat sedang “GALAU” penyakit apa tu?hehe
GALAU...kenapa harus galau teman,? ayo semangat, tetap semangat demi cita-cita.
{Aku hanya bisa berdoa buatnya. Semoga apa yang dia cita-citakan terwujud.AMIN}




Rabu, 29 Februari 2012

Menggapai Mimpi


Menggapai Mimpi

Akan ku wujudkan mimpi-mimpiku
Melewati dunia yang bergejolak
Pahit, manisnya kehidupan
 Ingin kusaksikan pancaran sinar kebagiaan orang-orang tercinta

Kupersembahkan untuk orang-orang yang berperan penting dalam hidupku,
Aku belum bisa memberikan sesuatu yang bernilai
Hanya alunan do’a-do’a dalam setiap hembusan nafasku

Shalwat serta salam sllu ku panjatkan untuk sang Maha Agung
Jalan yang berliku-liku,
banyak rintangan untuk melewatinya,
namun ku akan coba dengan sllu di iringi Bacaan basmalah.
Lubang-lubang,
dan suara-suara anjing liar ku tak peduli,
demi cita-citaku

Sabtu, 25 Februari 2012

Siapa ya jodohku?

            Kapan kamu menikah? Usiamu sekarang sudah 28 tahun, sampai kapan kamu hidup sendiri, lihat teman-temanmu sudah menikah, bahkan sudah punya anak. Ibu yang duduk di depanku dengan ucapan yang sedikit menekan. Aku hanya menunduk, dan menjawab serahkan pada Allah bu, Allah masih menunggu waktu yang tepat, kapan Dila ditemukan dengan jodoh Dila.
Suatu malam Dila masih berfikir, apa yang dikatakan ibunya. Ibunya menginginkan agar Dila cepat menikah, karena usianya yang sudah memasuki 28 tahun. Usia yang cukup tua, bagi seorang perempuan. Sampai sekarang belum ada laki-laki yang meminangnya. Dila selalu berdo’a  memohon kepada Allah, agar segera ditemukan jodoh, tapi mungkin Allah punya kehendak lain, dan yang terbaik buat Dila. Bukan hanya orang tua, tetangga pun selalu membicarakan tentang Dila.
Dila hanya pasrah dan tawakal.
“Tetesan air mata di pipinya, siapa sih yang tidak ingin menikah? Dila berkata dala hati.”
            Pagi-pagi sekali Dila berangkat kerja. Sampai di perjalanan bertemu denga Dewi temannya. “ Dila kamu nanti pulang kerja jam berapa? Nanti aku ingin bersilaturahmi kerumah kamu” kata Dewi. Jam 4 sore Dewi, iya lama tidak ngobrol bareng kamu, aku tunggu di rumah nanti Dew, sampai bertemu nanti. Langkah Dila melanjutkan perjalananya, sampai bertemu dengan sopir angkot. Dan Dila memberhentikannya. Sampai kantor Dila melakukan aktivitasnya, sebagai seorang accounting perusahaan.
            Perjalanan pulang Dila tergesa-gesa, karena sudah ada janji dengan Dewi jam 4.
Sesampai di rumah Dewi sudah menunggu di sana.
“ Sudah lama dew?” sapa Dila. Baru kok Dil? Eh aku mau ngomong sesuatu agak serius nih? Ujar Dewi dengan suara sedikit pelan, agar tidak terdengar orang. Dila bingung apa yang mau diomongin Dewi, gak biasanya dia begini, biasanya ngomong tinggal ngomong, mungkin kali ini serius banget pikir Dila dan penasaran.
Mau ngomong apa sih Dew, bikin penasaran aja ah kamu.
Sedikit mendekat Dewi ke sebelah Dila, jarak mereka tadi agak berjauhan. Begini Dila, Anton tetanggaku, kakak kelas kita waktu SMP itu, nanyakin kamu, dia ingin meminangmu, apakah kamu bersedia?
Dengan perasaan bercampur baur, kaget, dan sedikit resah, senang juga, karena lelaki itu, pernah buat Dila kagum, dan selalu melintas dipikiran Dila dulu. Lelaki yang sholeh diidolakan banyak perempuan.
Bingung ingin berkata apa Dila, apakah ini do’a-do’aku selama ini? Mungkinkah laki-laki ini yang Allah janjikan padaku. Jika memang iya, semoga menjadi berkah.
            Hari berganti hari, waktu berganti waktu, keesokan harinya, Anton datang ke rumah Dila untuk meminangnya. Dan orang tua Dila menyambutnya dengan baik.
Allah menciptakan manusia hidup berpasang-pasangan, tapi tidak bisa ditebak dengan siapa berpasangan. Hanya Allah yang tahu. Allah yang menentukan jodoh manusia. Dan Allah pasti memberikan yang terbaik dan adil.
            
#Satu Jam Menulis Serentak Milad FLP

Kamis, 05 Januari 2012


Tugas : MK. Estetika dan Stilistika



SAJAK SEORANG TUA di BAWAH POHON

Karya: W.S. Rendra

aaaaaUDAYANA









Oleh :

FEBY ARY BUDISANY PUTRI (1001105001)




SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS UDAYANA
 2011/2012


Pendahuluan
Sastra adalah karya sastra imajinatif  bermedia yang nilai estetikanya bernilai dominan. Melalui karya sastra seorang pengarang bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca. Sesuatu yang disampaikan itu biasanya merupakan gagasan tentang kehidupan yang ada disekitar pengarang.

Dalam karya sastra ada yang dinamakan nilai stilistika dan estetika. Nilai stilistika adalah pengetahuan cara penggunaan bahasa kususnya dalam sastra. Tujuannya untuk menimbulkan efek keindahan. Sedangkan nilai estetika adalah nilai keindahan. Semua karya sastra atau karya seni memiliki keindahan apabila terdapat keutuhan antara bentuk dan isi, keseimbangan dan keserasian penampilan dari karya seni yang lain.

 Setiap seniman memiliki nilai estetika dan stilistika didalam dirinya, akan melihat hal-hal yang berada disekitar mereka dapat mengoprasikan nilai-nilai estetika dan stilistika yang berbeda-bedadi dalam dirinya. Contohnya tolak ukur kecantikan terhadap seorang gadis berbeda-beda. Karya sastra, meskipun secara keseluruhan menggunakan medium bahasa, baik lisan maupun tertulis, selalu menampilkan keindahan yang berbeda-beda. Berubah sepanjang waktu.

Proses kreatif hampir sama pada semua karya seni. Pembedanya semata-mata karena penggunaan media. Atas dasar keterbatasan manusia di satu pihak, pendalaman terhdap objek di pihak yang lai, pada umumnya seniman hanya menguasai salah satu dari keberagaman karya seni yang ada. Estetika dan stilistik berkaitan dengan aspek-aspek mental psikologis. Karya seni diciptakan oleh seniman, maka kelompok pertama yang menikmatinya adalah para seniman itu sendiri, setelah itu baru dinikmati oleh masyarakat secara luas.

Sulit membedakan antara keindahan dan ketrampilan. Segala sesuatu bisa disebut indah, baik dalam kehidupan karya seni maupun dalam kehidupan sehari-hari, dilakukan melalui proses aktivitas yang terampil. Yang dengan sendirinya memanfaatkan teknik-teknik tertentu, sesuai dengan bidangnya. Semua orang memiliki aktivita, tetapi semuanya tidak melakukanya secara terampil. Karya yang dihasilkan tidak semuanya indah. Dalam keindayhan ada ketrampilan, meskipun belum tentu sebaliknya.
A. Estetika Sastra
1. HAKIKAT  ESTETIKA
            Kajian estetika akan mengungkap keindahan karya satra. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa. Melalui eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek keindahan yang optimal. Keindahan adalah sebuah aplikasi dari intresa dan inscape. Intresa adalah pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap cipta kreatif terhadap seorang sastrawan; sedangkan inscape adalah pemahaman atau kekuatan melihat sesuatu dengan pikiran dan hati sebagai suatu pundak realitas dalam sastra berdasarkan kebenaran Tuhan.
            Keindahan adalah dunia ide/gagasan yang terbesit siratan illahi. Jadi keindahan akan mengacu kepada Tuhan, keindahan dapat dibedakan menjadi tiga: (a) keindahan dalam arti luas. Yaitu keindahan yang identik dengan kebenaran, (b) keindahan dalam estetik murni, yaitu keindahan dalam pengalaman sastrawan, yang mempengaruhi seseorang merasa indah atau tak indah, (c) keindahan sederhana, yaitu keindahan yang hanya terbatas pada tangkapan panca indra.
            Menurut  Braginsky (Teeuw, 1988:354) ada tiga aspek keindahan. (1) dari aspek otologisnya, ada keindahan puisi sebagai pembayangan kekayaan Tuhan, (2) dari aspek imanen, dari yang indah, yang terungkapkan dalam kata-kata seperti ajaib, tamasya, dll, (3) dari aspek psikologis, yaitu efek kepada pembaca menjadi heran, birahi, suka, lupa dan sebagainya.Yang patut diketahui, estetika satra yang universal hampir tidak ada . keindahan karya satra umumnya terbatas pada wilayah itu sendiri. Maksudnya, estetika sastra Indonesia, Inggris, Jawa, Sunda dan sebagainya memiliki kekhasan masing-masing.
2. ANALISIS ESTIKA
            Jan Mukarovsky adalah pencetus penelitian model estetika. Ia menyebutkan bahwa munculnya telaah estetik tidak terlepas dari penelitian formalisme yang mengarah pada strukturalisme modern. Memang estetika struktural sering mendapat kecaman pedas, karena objek estetika itu sendiri kurang jelas. Estetika sendiri juga sering berubah-ubah pada setiap genre. Itulah sebabnya masalah estetika bisa menjadi kering, karena kkaburan apa yang hendak dilacak. Baru menjelang abad ke 20, muncul studi estetika Dessoir dalam bukunya Asthetik und Allgemeine Kunswissenschalft dia membagi dua estetika, yaitu (1) objektivisme estetik, adalah semua teori estetik yang dapat mencari ciri-ciri pembeda estetik berdasarkan aturan obyek, tidak dalam karakter tentang subyek yang menikmatinya, (2) Subyektivisme estetik, adalah teori yang memahami estetika sebagai suatu ilmu tentang jenis sikap, pemgalaman batin, aau gema psikis tertentu (Fananie, 2001:124).
            Mukarovsky membagi tahapan penelitian estetika menjadi tiga yaitu: (1) dicurahkan pada obyek itu sendiri yaitu organisasi internal karya yang sedang dikaji, (2) meneliti tertimologi sebagai “kesadaran sosial” yaitu perangkat norma-norma yang terpercaya untuk sebuah kolektivitas tertentu yang diimplemasikan oleh setiap karya satra, dan (3) subyek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktur supra-individu yang pasif, tetapi sebagai suatu kekuatan yang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-struktur tersebut dan mengubahnya selama terjadi individu itu.
            Estetika structural memberikan perhatian pada tiga fenomena yang secara tetap saling berpengaruh, yaitu artistik, estetik, estra astistik dan ekstra estetik, dan tegangan yang ada diantara bidang tersebut saling mempengaruhi pengembangan masing-masing. Dalam nukunya Aesthetics Funtian, Norm, and Values as Social Facts, Mukarovsky memberikan tiga konsep aksologi estetik yang terdiri atas fungsi, norma, dan nilai. Fungsi berarti hubungan aktif antara objek dan tujuan dipainya objek tersebut. Nilai adalah keagungan objek tersebut dalam suatu hasil. Norma adalah aturan yang mengatur bidang dari bermacam-macam fakta atau kategori nilai. Selain itu, selain itu bidang yang ditonjolkan dalam estetik satra ialah pembalikan kelaziman hubungan antara norma dan nilai.
            Pengalaman estetik pembaca akn bergabung dengan tanda (semiotik) teks sastra yang terus-menerus untuk menentukan makna. Akibatnya terdapat hubungan dinamik dan tegangan yang kontinuantara teks, pencipta, dan pembaca. Hubungan ketiganya akan terjalin dalam proses konkretisasi. Yakni, suatu proses pemaknaan karya satra. Proses estetika structural ini berkembang menjadi dynamic.

Pembahasan

SAJAK SEORANG TUA di BAWAH POHON

Inilah sajakku,
seorang tua yang berdiri di bawah pohon meranggas,
dengan kedua tangan kugendong di belakang,
dan rokok kretek yang padam di mulutku.

Aku memandang jaman.
aku melihat gambaran ekonomi
di etalase toko yang penuh merk asing,
dan jalan-jalan bobrok antar desa
yang tidak memungkinkan pergaulan.
Aku melihat penggarongan dan pembusukan.
Aku meludah di atas tanah.

Aku berdiri di muka kantor polisi.
Aku melihat wajah berdarah seorang demonstran.
Aku melihat kekerasan tanpa undang-undang.
Dan sebuah jalan panjang
penuh debu,
penuh kucing-kucing liar,
penuh anak-anak berkudis,
penuh serdadu-serdadu yang jelek dan menakutkan.

Aku berjalan menempuh matahari,
menyusuri jalan sejarah pembangunan,
yang kotor dan penuh penipuan.
Aku mendengar orang berkata:
‘’Hak azasi manusia tidak sama di mana-mana.
Di sini, demi iklim pembangunan yang baik,
kemerdekaan berpolitik harus dibatasi.
Mengatasi kemiskinan
meminta pengorbanan sedikit hak azazi,’’
Astaga, tahi kerbo apa ini!

Apa disangka kentut bisa mengganti rasa keadilan ?
Di negeri ini hak azazi dikurangi
justru untuk membela yang mampu dan kaya.
Buruh, tani, nelayan, wartawan, dan mahasiswa,
dibikin tak berdaya.

O, kepalsuan yang diberhalakan,
berupa jauh akan bisa kau lawan kenyataan kehidupan.

Aku mendengar bising kendaraan.
Aku mendengar pengadilan sandiwara.
Aku mendengar warta berita:
Ada gerilya kota merajalela di Eropa.
Seorang cukong bekas kaki tangan facist,
seorang yang gigih, melawan buruh,
telah diculik dan dibunuh,
oleh golongan orang-orang yang marah.

Aku menatap senjakala di pelabuhan.
Kakiku ngilu,
dan rokok di mulutku padam lagi.
Aku melihat darah di langit.
Ya ! Ya ! Kekerasan mulai mengeluarkan senjata.
Bajingan dilawan secara bajingan.
Ya ! Inilah kini kemungkinan yang mulai menggoda orang.
Bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi,
maka bajingan jalanan yang akan mengadili.
Lalu apa kata nurani kemanusiaan ?
Siapakah yang menciptakan keadaan darurat ini ?
Apakah orang harus meneladan tingkah laku bajingan resmi ?
Bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak ditindak ?
Apakah kata nurani kemanusiaan ?

Sajak di atas mempunyai masing-masing makna. Berikut dibicarakan dari sudut estetika bahasa, khususnya gaya bahasa puisi di atas.

  1. Sajak yang berjudul //Sajak/ Seorang/ Tua/ di/ Bawah Pohon//
Penyair memilih kata /sajak/ yang pertama untuk menerangkan bahwa ini adalah sajak. Sajak sendiri memiliki makna suara hati penyairnya, sajak lahir daripada jiwa dan perasaan (H.B.Jassin). Memilih kata /seorang/ karena hanya satu orang saja. Kata /tua/ karena dianggap sudah tua dan tak berdaya. Tidak memiliki tenaga yang kuat. Kata /di/ mempunyai arti sebagi penunjuk keterangan tempat. /bawah pohon/ adalah keterangan tempat atau lokasi yang dimaksudkan. Oleh karena itu penyair memilih kata /di/ Bawah/Pohon/ untuk menunjukkan tempat atau lokasi kejadian yang menerangkan bahwa ada seorang tua tak berdaya berada di bawah pohon.

Baris pertama. //Inilah/ sajakku//. Kata /Inilah/ artinya menunjukkan atau mengatakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh penyair. Apalagi dikaitkan dengan /sajakku/ bahwa yang ingin ditunjukkan atau dikatakan adalah sajaknya dia. Penyair memilih kata /sajakku/ bukan kata lain misalnya puisiku, atau ceritaku. Pemilihan kata /sajakku/ disebabkan kata ini memiliki muatan estetis yang lebih kuat dibandingkan dengan kata lain.

Baris kedua. //seorang/ tua/ yang/ berdiri/ di/ bawah pohon/ meranggas//. Penggunaan kata /seorang/ mempunyai arti satu orang tidak lebih. Kata /tua/ dianggap sudah tua dan tak berdaya. Tidak memiliki tenaga yang kuat. Kata /yang/ merpakan kata sambung. Kata /berdiri/ dipilih oleh penyair untuk menerangkan seorang tua dengan keadaan tidak duduk. Kata /di/ mempunyai arti sebagai penunjuk keterangan tempat. /bawah pohon/ adalah keterangan tempat atau lokasi yang dimaksudkan. Penyair memilih kata /di/ Bawah/Pohon/ untuk menunjukkan tempat atau lokasi kejadian. /seorang/ tua/ yang/ berdiri/ di/ bawah pohon/ ini merupakan perulangan (repetisi) dari judul di atas. Sedangkan kata /meranggas/  dipilih oleh penyair untuk menambah intensitas dan estetika.


Baris ketiga. //dengan/ kedua/ tangan/ kugendong/ di/ belakang//. Kata /dengan/ merupakan kata penghubung, yang berfungsi untuk menghubungkan kata berikutnya. Kata /kedua/ menunjukkan jumlah, apalagi dikaitkan dengan kata /tangan/ karena tangan sudah pasti dua, tidak pernah akan ada kurang dari satu atau lebih. Kecuali cacat. Kemudian, kata /kugendong/ yang bermakna menggendong atau mendukung miliknya sendiri, apalagi kata berikutnya /di/ kata ini mempunyai arti sebagai penunjuk keterangan tempat. /belakang/ adalah keterangan tempat yang dimaksudkan. Yang mempunyai arti bagian atau arah yang menjadi lawan muka (depan). Jadi maksudnya dengan kedua tangannya digendong atau didukung di belakang (di pinggang).

Baris keempat. //dan/ rokok/ kretek/ yang/ padam/ di/ mulutku//. Kata /dan/ berfungsi sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang ada di belakangnya. Kata /rokok/ mempunyai arti benda yang memiliki bentuk panjang yang cara penggunaanya dihisap. /kretek/ adalah nama dari rokok itu. Kata /yang/ merupakan kata sambung. Kata /padam/ dipilih oleh penyair karena meiliki nilai estetika yang tinggi. Dan mempunyai makna mati atau tidak nyala.
Kata /di/ kata ini mempunyai arti sebagai penunjuk keterangan tempat. Kata /mulutku/ memiliki makna tempat untuk memasukkan sesuatu atau tempat untuk mengeluarkan kata-kata.

Baris kelima. //Aku/ memandang/ jaman//. Kata /aku/  memiliki makna kata ganti orang pertama. Dan menunjukkan diri sendiri. Kata /memandang/ dipilih oleh penyair karena lebih tepat bila dibandingkan dengan kata melihat. Karena kata berikutnya saling berkaitan. Kata /jaman/ memiliki makna waktu atau kejadian pada masa lalu.

Baris keenam //aku melihat gambaran ekonomi//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Dan menunjukkan diri sendiri. Kata ./melihat/ yang berarti menggunakan matanya untuk mengetahui sesuatu. Dan berkaitan dengan kata berikutnya /gambaran/ yang memiliki makna denah atau melukiskan sesuatu. Kata /ekonomi/



Baris ketujuh //di/ etalase/ toko/ yang/ penuh/ merk/ asing//. Kata /di/ memiliki makna sebagai penunjuk keterangan tempat. Kata /etalage/ memiliki makna tempat untuk meletakkan sesuatu. Kata /toko/ memiliki makna tempat untuk menjual barang-barang. Kata /yang/ merupakan kata sambung, yang berfungsi untuk menyambung kalimat berikutnya agar mempunyai arti. Dan diikuti oleh kata /penuh/ memiliki makna sudah berisi semuanya. Kata /merk/ memiliki makna cap atau tanda yang menyatakan nama. Kata /asing/ memiliki makna luar negeri atau negara lain.

Baris kedelapan //dan/ jalan-jalan/ bobrok/ antar/ desa//. Kata /dan/ berfungsi sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang ada di belakangnya. Kata /jalan-jalan/ memiliki makna tempat untuk lalu lintas. Kata /bobrok/ memiliki makna rusak. Kata /antar desa/ memiliki makna desa satu dengan desa lain.

Baris kesembilan //yang/ tidak/ memungkinkan/ pergaulan//. Kata /yang/ merupakan kata sambung, yang berfungsi untuk menyambung kalimat. Kata tidak memungkinkan pergaulan memilki makna menolak bila terjadi kehidupan bersama-sama dalam kelompok.

Baris kesepuluh //Aku/ melihat/ penggarongan/ dan/ pembusukan//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /melihat/ memiliki makna menyaksikan sesuatu dengan indra penglihatan. Kata /penggarongan/ memiliki makna perampokan. Dipilih oleh penyair karena meiliki nilai estetika yang tinggi, dan menggambarkan kekerasan sesuai dengan apa yang terjadi. Kata /dan/ sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang di belakangnya. Kata /pembusukan/ memiliki makna suatu hal yang menjadikan busuk atau bau yang tidak enak.

Baris kesebelas //Aku/ meludah/ di atas/ tanah//. Kata /aku/ merupakan repetisi atau perulangan dari baris sebelumnya, yang memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /meludah/ menyemburkan atau megeluarkan air dari mulut. Dan kata /di atas tanah/ memiliki makna bagian bawah.

Baris keduabelas //Aku/ berdiri/ di/ muka/ kantor/ polisi//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kemudian berikutnya Kata /berdiri/ memiliki makna tegak bertumpu pada kaki (tidak duduk dan tidak berbaring). Kata /di/ memiliki makna sebagai penunjuk keterangan tempat. Kata /muka/ memiliki makna bagian depan. Kata /kantor polisi/ memilki makna tempat untuk menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan.

Baris ketigabelas //Aku/ melihat/ wajah/ berdarah/ seorang/ demonstran//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /melihat/ memiliki makna menyaksikan sesuatu dengan indra penglihatan. Kata berdarah dipilih oleh penyair karena memiliki nilai estetika. Dan menggunakan majas perumpamaan, yang memiliki makna berbakat. Kata /seorang demonstran/ memiliki makna orang yang ikut berdemonstrasi.

Baris keempatbelas //Aku/ melihat/ kekerasan/ tanpa/ undang-undang//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /melihat/ memiliki makna menyaksikan sesuatu dengan indra penglihatan. Kata /kekerasan/ memiliki makna sifat keras, atau pemaksaan. Kata /tanpa/ memiliki makna tidak ada. Kata /undang-undang/ memiliki makna ketentuan dan peraturan-peraturan seperti larangan, hukuman, yang dibuat oleh pemerintah suatu negara.

Baris kelimabelas //Dan/ sebuah/ jalan/ panjang//. Kata /dan/ berfungsi sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang ada di belakangnya. Kemudian kata /sebuah jalang panjang/ memiliki makna satu tempat untuk lalu lintas yang panjang.

Baris keenambelas //penuh/ debu//. Kata /penuh/ memiliki makna sudah berisi semuanya. Kemudian kata /debu/ memiliki makna serbuk halus dari tanah.

Baris ketujuhbelas //penuh/ kucing-kucing/ liar//. Kata /penuh/ merupakan repetisi atau perulangan dari baris sebelumnya, yang memiliki makna sudah berisi semuanya. Kata /kucing-kucing liar/ memiliki makna kucing-kucing atau binatang lebih dari satu yang tidak jinak.

Baris kedelapanbelas //penuh/ anak-anak/ berkudis//. Kata /penuh/ merupakan repetisi atau perulangan dari baris sebelumnya, yang memiliki makna sudah berisi semuanya. Kata /anak-anak/ memiliki makna banyak anak. Kata /berkudis/ memiliki makna menderita penyakit kulit. Maksut dari kata berkudis mengandung majas perumpamaan.

 Baris kesembilanbelas //penuh/ serdadu-serdadu/ yang/ jelek/ dan/ menakutkan/. Kata /penuh/ merupakan repetisi atau perulangan dari baris sebelumnya, yang memiliki makna sudah berisi semuanya. Kata /serdadu-serdadu/ memiliki makna banyak prajurit atau tentara asing. Penyair memilih kata ini karena memiliki intensitas estetika. Kata /yang/ merupakan kata sambung, yang berfungsi untuk menyambung kalimat. Kemudian kata /jelek/ memiliki makna buruk atau tidak baik.Kata /dan/ sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang di belakangnya. Kata /menakutkan/ memiliki makna menjadikan orang takut atau tidak berani.

Baris keduapuluh //Aku/ berjalan/ menempuh/ matahari//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kemudian kata /berjalan/ memiliki makna melangkahkan kaki serta bergerak maju. Kata /menempuh/ memiliki makna /maju atau melawan. Kata /matahari/ memiliki makna bola di langit yang mendatangkan terang dan panas pada siang hari. Kalimat di atas mengandung majas personifikasi.

Baris keduapuluhsatu //menyusuri/ jalan/ sejarah/ pembangunan//. Kata /menyusuri jalan/ memiliki makna berjalan mengelilingi tempat-tempat sejarah pembangunan.

Baris keduapuluhdua //yang/ kotor/ dan/ penuh/ penipuan//. Kata /yang/ merupakan kata sambung, yang berfungsi untuk menyambung kalimat. Kata /kotor/ memiliki makna tidak bersih. Kemudian kata /dan/ sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang di belakangnya. Kata /penuh/ memiliki makna sudah berisi semuanya. Kata /penipuan/ memiliki makna perbuatan menipu atau memperdayakan sesuatu.

Baris keduapuluhtiga //Aku/ mendengar/ orang/ berkata//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /mendengar/ memiliki makna dapat menangkap suara atau bunyi dari telinga. Kata /orang/ memilki makna manusia. Kemudian kata /berkata/ memiliki makna melahirkan isi hati atau mengeluarkan isi hati.

Baris keduapuluhempat //Hak azasi manusia tidak sama di mana-mana//. Kalimat ini memiliki makna kebenaran mengenai asas manusia tidak sama di mana-mana.

Baris keduapuluhlima //Di sini, /demi iklim pembangunan yang baik//. Kata /di sini/ memiliki makna kata penunjuk tempat. Kemudian kata /demi iklim pembangunan yang baik/ memiliki makna untuk kepentingan iklim pembangunan yang baik.

Baris keduapuluhenam //kemerdekaan/ berpolitik/ harus/ dibatasi//. Kata /kemerdekaan/ memiliki makna kebebasan. Kata /berpolitik/ memiliki makna menjalankan politik. Kata /harus/ memiliki makna wajib. Kemudian kata/dibatasi/ memiliki makna ditentukan batasannya.

Baris keduapuluhtujuh //Mengatasi kemiskinan//. Kalimat ini memiliki makna kemelaratan diatasi atau diantisipasi.

Baris keduapuluhdelapan //meminta pengorbanan sedikit hak azazi//. Kalimat ini memiliki makna meminta pengorbanan sedikit kebenaran mengenai asas.

Baris keduapuluhsembilan //Astaga, tahi kerbo apa ini//. Pada kalimat ini mengandung majas sarkasme yakni sindiran kasar.

Baris ketigapuluh //Apa disangka kentut bisa mengganti rasa keadilan//. Pada kata /kentut/ mengandung majas perumpamaan.

Baris ketigapuluhsatu //Di negeri ini hak azazi dikurangi//. Kalimat ini memiliki makna Negeri ini kebenaran mengenai asas dikurangi.

Baris ketigapuluhdua //justru untuk membela yang mampu dan kaya//. Kalimat ini memiliki makna tepat benat membela yang mampu dan kaya.

Baris ketigapuluhtiga //Buruh, tani, nelayan, wartawan, dan mahasiswa//. Kata /buruh/ memiliki makna orang yang bekerja dengan mendapat gaji. Kata /tani/ memiliki makna orang yang mata pencahariannya bercocok tanam. Kata nelayan memiliki makna orang yang mata pencahariannya mencari ikan di laut. Kata /wartawan/ memiliki makna orang yang pekerjaannya meliput berita untuk surat kabar atau majalah. Kata /mahasiswa/ memiliki makna pelajar perguruan tinggi.

Baris ketigapuluhempat //dibikin tak berdaya//. Kalimat ini memiliki makna dijadikan tidak bisa apa-apa tau tidak bisa melakukan sesuatu apapun.

Baris ketigapuluhlima //O, kepalsuan yang diberhalakan//. Kalimat ini memiliki makna suatu yang tidak benar diagung-agungkan atau menyembah patung.

Baris ketigapuluhenam //berupa jauh akan bisa kau lawan kenyataan kehidupan//. Kalimat ini memiliki makna berwujud jauh bisa dilawan dengan kenyataan kehidupan.

Baris ketigapuluhtujuh //Aku/ mendengar/ bising/ kendaraan//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /mendengar/ memiliki makna dapat menangkap suara atau bunyi dari telinga. Kata /bising/ memiliki makna suara atau bunyi ramai. Kemudian kata kenderaan memiliki makna alat transportasi.

Baris ketigapuluhdelapan //Aku/ mendengar/ pengadilan/ sandiwara//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /mendengar/ memiliki makna dapat menangkap suara atau bunyi dari telinga. Kata /pengadilan/ memiliki makna tempat untuk mengadili seseorang. Kata /sandiwara/ memiliki makna berpura-pura atau tidak sesuai dengan fakta yang ada.

Baris ketigapuluhsembilan //Aku/ mendengar/ warta/ berita//. Kata Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /mendengar/ memiliki makna dapat menangkap suara atau bunyi dari telinga. Kata /warta berita memiliki makna orang yang memberikan informasi tentang berita.

Baris keempatpuluh //Ada gerilya kota merajalela di Eropa//. Kalimat ini memiliki makna perang antar saudara yang sangat banyak di Eropa.

Baris keempatpuluhsatu //Seorang cukong bekas kaki tangan facist//. Kalimat ini memiliki makna seorang pesuruh mantan kaki tangan.

Baris keempatpuluhdua //seorang/ yang/ gigih,/ melawan/ buruh//. Penggunaan kata /seorang/ mempunyai arti satu orang tidak lebih. Kata /yang/ merpakan kata sambung. Kata /gigih/ memiliki makna kuat. Kata /melawan/ memiliki makna memberontak atau tidak sependapat dengan apa yang ada. Kata /buruh/ memiliki makna orang yang bekerja dengan mendapat gaji.
                                            
Baris keempatpuluhtiga //telah diculik dan dibunuh//. Kalimat ini menjelaskan kalimat di atasnya, bahwa buruh diculik dan dibunuh.

Baris keempatpuluhempat //oleh golongan orang-orang yang marah//. Melengkapi kalimat di atasnya diculik dan dibunuh oleh orang-orang yang jahat.

Baris keempatpuluhlima //Aku/ menatap/ senjakala/ di pelabuhan//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /menatap/ memiliki makna melihat.


Baris keempatpuluhenam //Kakiku ngilu//. Kalimat ini memiliki makna kakinya yang sedang sakit atau nyeri.

Baris keempatpuluhtujuh //dan/ rokok/ di/ mulutku/ padam/ lagi//. Kata /dan/ sebagai kata sambung, yaitu menyambung frasa yang di belakangnya. Kata /rokok/ mempunyai arti benda yang memiliki bentuk panjang yang cara penggunaanya dihisap. Kata /di/ kata ini mempunyai arti sebagai penunjuk keterangan tempat. Kata /mulutku/ memiliki makna tempat untuk memasukkan sesuatu atau tempat untuk mengeluarkan kata-kata. Kata /padam/ dipilih oleh penyair karena meiliki nilai estetika yang tinggi. Dan mempunyai makna mati atau tidak nyala. Kemudian kata /lagi/ memiliki makna diulang.

Baris keempatpuluhdelapan //Aku melihat darah di langit//. Kata /aku/ memiliki makna kata ganti orang pertama. Kata /melihat/ memiliki makna menyaksikan sesuatu dengan indra penglihatan. Kalimat ini mengandung majas personifikasi.


Baris keempatpuluhsembilan //Ya ! Ya ! Kekerasan mulai mengeluarkan senjata//. Kalimat ini memiliki makna kekerasan mulai menjadi-jadi.

Baris kelimapuluh //Bajingan dilawan secara bajingan//.  Kata /bajingan/ memiliki makna sesuatu yang salah, melanggar norma atau suatu tindakan yang kurang ajar. Dan dilawan atau secara seperti itu juga.

Baris kelimapuluhsatu //Ya ! Inilah kini kemungkinan yang mulai menggoda orang//. Kalimat ini menjelaskan kalimat sebelumnya, bahwa kekerasan yang disukai banyak orang jaman sekarang.

Baris kelimapuluhdua //Bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi//. Kalimat ini memiliki makna jika pengadilan tidak mengadili orang yang salah..

Baris kelimapuluhtiga //maka bajingan jalanan yang akan mengadili//. Kalimat ini memiliki makna orang-orang di luar sana yang mengadili orang-orang yang berbuat salah.

Baris kelimapuluhempat //Lalu apa kata nurani kemanusiaan ?//. Kalimat ini memiliki makna apa artinya kemanusiaan.

Baris kelimapuluhlima //Siapakah yang menciptakan keadaan darurat ini ?//. Kalimat ini memiliki makna siapa yang menciptakan keadaan seperti ini.

Baris kelimapuluhenam //Apakah orang harus meneladan tingkah laku bajingan
resmi ?//. Kalimat ini memiliki makna apakah orang harus mengikuti orang-orang yang salah.

Baris kelimapuluhtujuh //Bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak ditindak ?//. Jika todak, kenapa orang-orang yang melakukan kesalahan tidak dihukum.

Baris kelimapuluhdelapan //Apakah kata nurani kemanusiaan ?//. Kalimat ini memiliki makna apa kata hati yang manusiawi.
Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori, hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
  1. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkanan bahwa dalam sajak Rendra  “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon” digunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut yaitu: (a) perbandingan meliputi hiperbola, personifikasi, perumpaman, sarkasme; b) perulangan; (c) penegasan meliputi repetisi.
  2. Gaya bahasa yang paling dominan dipakai dalam sajak Rendra “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon” adalah personifikasi. Namun dalam sajak ini banyak yang tidak menggunakan gaya bahasa.
  3. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam sajak Rendra “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon”, berdasarkan hasil analisis terdiri dari tiga nilai. Nilai-nilai pendidikan tersebut yaitu: (a) Nilai pendidikan moral yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat, dalam sajak Rendra “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon” nilai tersebut dapat tersirat melalui pemanfaatan gaya bahasa sarkasme. (b) Nilai pendidikan sosial yaitu suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang, dalam sajak Rendra “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon” nilai tersebut dapat tersirat karena ada pemanfaatan dari gaya bahasa hiperbola, personifikasi, dan perumpamaan. (c) Nilai pendidikan budaya tingkat yang palig tinggi dan yang paling abstrak dari adat istiadat, dalam sajak Rendra “Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon”.








Rabu, 04 Januari 2012

Afiksasi dan Reduplikasi Bahasa Jawa dalam Lagu Daerah Jawa Tengah







Tugas : MK. Morfologi
Dosen : I Wayan Simpen


Afiksasi dan Reduplikasi Bahasa Jawa dalam Lagu Daerah Jawa Tengah



aaaaaUDAYANA










Oleh :

FEBY ARY BUDISANY PUTRI (1001105001)




SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS UDAYANA
 2011/2012

BAB 1
PENDAHULUAN

Salah satu kajian dalam studi kebahasaan adalah morfologi. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan morfologi mempelajari seluk beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987:17). Menurut Haspelmath (2002:1), morfologi adalah suatu studi tentang struktur internal kata.
Menurut Kridalaksana (2009:10), morfologi dapat dipandang sebagai subsistem yang berupa proses yang mengolah leksem menjadi kata. Dalam proses perubahan leksem menjadi kata, ada beberapa proses yang dapat terjadi, proses yang disebut sebagai proses morfologis, yaitu afiksasi, reduplikasi, komposisi (perpaduan), abreviasi (pemendekan), derivasi balik, dan derivasi zero.
Berdasarkan uraian di atas, hal yang dibahas dalam makalah ini adalah afiksasi dan reduplikasi bahasa Jawa dalam Lagu daerah Jawa Tengah. Dalam menganalisis afiksasi tersebut peneliti menggunakan metode kualitatif. Dalam hal ini, peneliti mendeskripsikan jenis-jenis afiks dalam bahasa Jawa. Data penelitian diperoleh dari situs internet. Sumber data yang dianalisis adalah lagu-lagu daerah Jawa Tengah yang diperoleh dari internet dengan berbagai judul yaitu: Gek Kepriye, Gambang Suling, Gundhul pacul, Lir-ilir, Jamuran, Bapak Pucung.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori yang berkaitan dengan proses morfologis khususnya reduplikasi dan afiksasi, yaitu afiks, derivasi, infleksi.
1.Afiks
Terdapat beberapa penjelasan tentang afiks yang dapat ditemukan. Afiks adalah bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya (Kridalaksana, 2008:3). Menurut Fromkin dan Rodman (1998: 519), afiks adalah morfem terikat yang dilekatkan pada morfem dasar atau akar. Selain itu, afiks juga diartikan sebagai suatu morfem yang hanya muncul pada saat dilekatkan pada morfem yang lain (Katamba, 1994:44).
Afiks sebagai morfem terikat, dibagi menjadi dua kelompok yaitu morfem infleksional dan morfem derivasional. Kedua jenis morfem tersebut membentuk kata dengan cara yang berbeda. Morfem derivasional membentuk kata dengan mengubah makna kata dasar serta mengubah kelas kata dari kata dasar. Berbeda dengan morfem derivasional, morfem infleksional membentuk kata dengan tanpa mengubah makna kata dasar dan tanpa mengubah kelas kata dari kata dasar.
Fromkin dan Rodman (1998:71-73) menjelaskan bahwa ada empat jenis afiks, yaitu: prefiks, sufiks, infiks, dan sirkumfiks. pandangan yang berbeda mengenai jenis-jenis afiks disebutkan oleh Kridalaksana. Dalam bahasa Jawa, Poedjosoedarmo, dkk. (1979:186) menyebutkan ada empat jenis afiks, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan simulfiks.
2.Derivasi dan Infleksi
Menurut Kridalaksana (2008:47), derivasi adalah proses pengimbuhan afiks non inflektif pada dasar untuk membentuk kata. Sedangkan infleksi merupakan perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal; mencakup deklinasi nomina, pronominal, dan ajektiva, dan konjugasi verba (Kridalaksana, 2008:93).
Katamba (1994:92-100) menjelaskan bahwa infleksi berbeda dengan derivasi. Infleksi berkaitan dengan kaidah-kaidah sintaktik yang dapat diramalkan (predictable), otomatis (automatic), sistematik, bersifat tetap/konsisten, dan tidak mengubah identitas leksikal. Sedangkan derivasi lebih bersifat tidak dapat diramalkan, berdasarkan kaidah sintaktik, tidak otomatis, tidak bersifat sistematik, bersifat optional, serta mengubah identitas leksikal.
Matthews (1974:38) menyatakan bahwa infleksi adalah bentuk-bentuk kata yang berbeda dari paradigma yang sama, sedangkan derivasi adalah bentuk kata yang berbeda dari paradigm yang berbeda. penjelasan lain mengenai derivasi dan infleksi juga diberikan oleh Bauer. Derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan morfem baru, sedangkan infleksi adalah proses morfologis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama (Bauer, 1988:12-13).
Berkaitan dengan infleksi dan derivasi, Katamba (1994:45) meyebutkan bahwa ada dua jenis afiks yang dapat dilekatkan pada base yaitu afiks infleksional, afiks infleksional digunakan untuk alasan sintaktik, dan afiks derivasional, afiks yang mengubah makna atau kategori gramatikal dari base.
3.Reduplikasi
Ada beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan, yaitu:
Perulangan adalah salah satu proses pembentukan yang dilakukan dengan cara mengulang sebagian atau seluruh bentuk dasar. (Simpen,2009).
Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soedjito,1995:109).
Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan,1985:57).
Pengulangan ialah proses perulangan bentuk dasar baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soepeno,1982:20).
Proses reduplikasi ini menghasilkan kata ulang, dan kata ulang ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang bisa disebut kata ulang.
Ciri khusus reduplikasi.
Selalu memiliki bentuk dasar dan bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah dapat dipakai dalam konteks kalimat dan ada dalam kenyataan berbahasa.
Ada hubungan semantis atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasar. Arti bentuk dasar kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan merupakan hasil proses pengulangan.
Contoh:
Bentuk alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.
Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya pun berkelas kata benda. Begitu juga, apabila kata ulang itu berkelas kata kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata kerja. Lebih jelasnya, jenis kata kata ulang, sama dengan bentuk dasarnya.
Ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentukan kata.
Menimbulkan makna gramatis.
Terdiri lebih dari satu morfem (Polimorfemis).
Dari beberapa ciri tersebut, dapat di klasifikasikan beberapa jenis kata ulang. Ada dua jenis kata ulang, yaitu kata ulang murni dan kata ulang semu, sebagaimana berikut:
Kata ulang murni, adalah kata ulang yang masih dapat dipisah menjadi bentuk yang lebih kecil dan mempunyai bentuk dasar. berdasarkan bentuk proses pengulangannya,ada tiga macam kata ulang murni, yaitu:
Kata ulang utuh, adalah kata ulang yang diulang secara utuh.
Contoh: gedung + { R } = gedung-gedung.
Kata ulang sebagian, adalah kata ulang yang pada proses pengulangannya hanya sebagian dari bentuk dasar saja yang diulang.
Contoh: berjalan + { R } = berjalan-jalan
Kata ulang berimbuhan, adalah kata ulang yang mendapatkan imbuhan atau kata ulang yang telah diberi afiks. Baik itu prefiks, infiks maupun sufiks.
Contoh: mobil + { R } = mobil-mobil + an = mobil-mobilan.
Kata ulang berubah bunyi, adalah kata ulang yangberubah bunyi dari bentuk dasarnya setelah terjadinya proses pengulangan.
Contoh: sayur + { R } = sayur-mayur
Kata ulang semu, sebenarnya bukan kata ulang tetapi menyerupai kata ulang karena bentuk dasarnya sudah seperti itu.
Contoh: mondar-mandir, compang-camping, onde-onde.

BAB 2
PEMBAHASAN

Bab ini membahas pengertian lagu daerah, klasifikasi data, dan proses afiksasi dan reduplikasi bahasa Jawa dalam lagu daerah Jawa Tengah. Pada subbab klasifikasi data dipaparkan pengelompokkan kata berafiks dan bereduplikasi berdasarkan proses dari data yang telah dianalisis. Pada subbab proses afiksasi dan reduplikasi dijelaskan berlangsungnya proses afiksasi dan reduplikasi dalam pembentukan kata.

2.1 Lagu Daerah
Lagu daerah adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun rakyat lainnya. Bentuk lagu ini sangat sederhana dan menggunakan bahasa daerah atau bahasa setempat. Lagu daerah banyak yang bertemakan kehidupan sehari-hari sehingga mudah untuk dipahami dan mudah diterima dalam berbagai kegiatan rakyat.  Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi alias noname (NN).

Menurut sifat dan keberasalannya lagu daerah dibedakan menjadi dua. Lagu rakyat dan Lagu klasik. Lagu rakyat yaitu lagu yang berasal dari rakyat di suatu daerah. Lagu rakyat tersebar secara alami yang disampaikan secara lisan dan turun-temurun. Contoh lagu rakyat yaitu lagu yang dipakai untuk pernikahan, kematian, berladang, berlayar, menenun, dsb.

Lagu klasik yaitu lagu yang dikembangkan di pusat-pusat pemerintahan rakyat lama seperti ibikota kerajaan atau kesultanan. Lagu klasik dinilai lebih agung dibandingkan lagu rakyat saat pembawaannya. Ini disebabkan karena lagu klasik memiliki fungsi yang lain, yaitu diterapkan pada upacara-upacara adat kerajaan.

Fungsi lagu daerah banyak sekali. Diantaranya..
1. Upacara Adat.
Di Sumba sebagai pengiring roh dalam upacara Merapu dan musik angklung dalam upacara Seren Taun (panen padi) di Sunda.
2. Pengiring tari dan pertunjukan
Lagu lagu langgam yang dipadu dengan gamelan di jawa dipakai untuk mengiringi pementasan tari Serimpi di jawa tengah. Bisa juga dipakai unuk pertunjukan wayang kulit, kethoprak, ludruk, drama dsb.
3. Media Bermain
Contohnya cublak cublak suweng dari Jawa Tengah, ampar ampar pisang di Kalimantan Selatan, dan pok ame ame dari Betawi.
4. Sebagai media komunikasi
Pertunjukan musik atau lagu di suatu tempat dapat dipakai media komunikasi secara tidak langsung yang ditandakan dengan banyaknya orang yang melihat pertunjukan.
5. Sebagai media penerangan
Kini lagu dalam aneka iklan layanan masyarakat maupun lagu populer dipakai sebagai media penerangan. Contohnya lagu tentang pemilu, imunisasi, juga lagu bernafaskan agama menjalankan fungsi ini.

Contoh lagu – lagu daerah nusantara sangat banyak sekali. Sesuai daerahnya masing masing, mengingat Indonesia memiliki banyak daerah sehingga banyak kebudayaan yang timbul di setiap-setiap daerah tadi. Mulai dari Sabang sampai Merauke, pulau Miangas sampai pulau Rote. Berikut beberapa contoh lagu daerah dari Jawa Tengah yang dibahas dalam makalah ini.
Lagu dari daerah Jawa Tengah
  1. Gek kepriye
  2. Gambang Suling
  3. Gundhul Pacul
  4. Lir-ilir
  5. Bapak Pucung

Data yang diperoleh
1. Gek Kepriye
Duh kaya ngene rasane
Anake wong ora duwe
Ngalor ngidul tansah digowo
Karo kanca-kancane
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Besuk kapan aku bisa
Urip kang luwih mulya
Melu nyunjung drajating bangsa
Indonesia kang mulya
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti

2. Gambang Suling
Gambang suling, ngumandhang suarané
thulat-thulit, kepénak uniné
uuuuniné mung
nreyuhaké ba-
reng lan kentrung ke-
tipung suling, sigrak kendhangané

3. Gundhul pacul

gundhul-gundhul pacul-cul
gembelengan
nyunggi-nyunggi wakul-kul
kelelengan
wakul ngglimpang segane dadi sak latar
wakul ngglimpang segane dadi sak latar
4. Lir-ilir
Lir-ilir lir-ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka disurak hiyo
5. Bapak Pucung
Bapak Pucung dudu watu dudu gunung
Sangkane ing sebrang
'ngon-ingone sang Bupati
Bapak Pucung yen m'laku lembehan grana

2.2 Klasifikasi Data
Dalam data yang diambil dari lagu daerah Jawa Tengah yang berjudul “Gek Kepriye” ditemukan 3 kata berafiks dan 1 kata bereduplikasi. Kata-kata tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
            Kata berafiks: digowo, nyunjung, anake
            Kata bereduplikasi: kanca-kancane

Dari lagu yang berjudul “Gambang Suling” ditemukan 4 kata berafiks dan 1 kata bereduplikasi. Kata-kata tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
            Kata berafiks: ngumandhang, suarane, unine, kendangane
            Kata bereduplikasi: thulat-thulit

Dari lagu yang berjudul “Gundhul Pacul” ditemukan 1 kata berafiks dan 2 kata bereduplikasi. Kata-kata tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
            Kata berafiks: segane
            Kata bereduplikasi: pacul-cul, wakul-kul

Dari lagu yang berjudul “Lir-ilir” ditemukan 3 kata berafiks dan 1 kata bereduplikasi. Kata-kata tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
            Kata berafiks: disurak, rembulane, kalangane
            Kata bereduplikasi: lir-ilir

Dari lagu yang berjudul “Bapak Pucung” ditemukan 1 kata berafiks dan 1 kata bereduplikasi. Kata-kata tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
            Kata berafiks: sangkane
            Kata bereduplikasi: ngon-ingone

Dari hasil analisis data, dapat diketahui bahwa ada proses infleksi, derivasi, dan  reduplikasi. Seperti yang dijelaskan oleh (Bauer, 1988:12-13) derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan morfem baru, sedangkan infleksi adalah proses morfologis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama. Dan reduplikasi proses pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan,1985:57).

2.3 Proses Afiksasi
2.3.1 AFIKSASI
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan mengimbuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks.

a)  Infleksi
Infleksi, yaitu proses morfologis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama.
Infleksi dapat dilihat misalnya pada pembentukan kata digowo dalam lagu Gek Kepriye yang berasal dari leksem gowo. Setelah leksem gowo ditambah dengan prefiks di-, maka terbentuk kata digowo yang kategori gramatikalnya masih sama dengan kategori gramatikal dari leksem gowo yaitu kategori verbal.

b) Derivasi
Derivasi, yaitu proses morfologis yang menghasilkan morfem baru.
Derivasi dapat dilihat misalnya pada pembentukan kata nyunjung dalam lagu Gek Kepriye yang berasal dari leksem junjung. Leksem junjung termasuk dalam kategori nominal. Setelah mendapat tambahan prefiks n-, leksem junjung menjadi kata nyunjung yang termasuk dalam kategori verbal.
Derivasi dapat dilihat misalnya pada pembentukan kata ngumandhang dalam lagu Gambang Suling yang berasal dari leksem kumandhang. Leksem kumandhang termasuk dalam kategori nominal. Setelah mendapat tambahan prefiks n-, leksem kumandhang menjadi kata ngumandhang yang termasuk dalam kategori verbal.
\
2.3.2 JENIS AFIKS

a) Prefiks
Prefiks, yaitu suatu afiks yang dilekatkan sebelum akar kata, stem atau kata dasar.
1. Prefiks di- dalam pembentukan kata “digowo” dalam lagu Gek Kepriye berasal dari leksem gowo, mendapat afiks di-. Sehingga terbentuk kata digowo.
2. Prefiks n- dalam pembentukan kata “nyunjung” dalam lagu Gek Kpriye berasal dari leksem junjung, mendapat afiks n-. Sehingga terbentuk kata nyunjung.
3. Prefiks di- dalam pembentukan kata “disurak” dalam lagu Lir-ilir berasal dari leksem surak, mendapat afiks di-. Sehingga terbentuk kata disurak.

b) Sufiks
Sufiks, yaitu suatu afiks yang dilekatkan setelah akar kata, stem atau kata dasar.
1. Sufiks -e dalam pembentukan kata “anake” dalam lagu Gek Kepriye berasal dari leksem anak, mendapat afiks -e. Sehingga terbentuk kata anake.
2. Sufiks -ne dalam pembentukan kata “suarane” dalam lagu Gambang Suling berasal dari leksem suara, mendapat afiks -ne. Sehingga terbentuk kata suarane.
3. Sufiks -ne dalam pembentukan kata “sangkane” dalam lagu
Sangkane Bapak Pucung berasal dari leksem sangka, mendapat afiks -ne. Sehingga terbentuk kata sangkane.
4. Sufiks -ne dalam pembentukan kata “unine” dalam lagu Gambang Suling berasal dari leksem uni, mendapat afiks -ne. Sehingga terbentuk kata unine.
5. Sufiks -e dalam pembentukan kata “rembulane” dalam lagu Lir-ilir berasal dari leksem rembulan, mendapat afiks -e. Sehingga terbentuk kata rembulane.
6. Sufiks -e dalam pembentukan kata “kendhangane” dalam lagu Gambang Suling dari leksem kendhangan, mendapat afiks -e. Sehingga terbentuk kata kendhangane.
7. Sufiks -ne dalam pembentukan kata “segane” dalam lagu Gundhul Pacul dari leksem sega, mendapat afiks -ne. Sehingga terbentuk kata segane.
8. Sufiks -e dalam pembentukan kata “kalangane” dalam lagu Lir-ilir dari leksem kalangan, mendapat afiks -e. Sehingga terbentuk kata kalangane.

2.4 Proses Reduplikasi
2.3.1 REDUPLIKASI
Reduplikasi, yaitu pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

a) Proses Reduplikasi Leksem Tunggal
Reduplikasi leksem tunggal adalah pengulangan yang terjadi pada leksem tunggal. Pada proses itu terjadi pengulangan penuh terhadap leksem. Di bawah ini adalah contoh terjadinya reduplikasi terhadap leksem tunggal dalam lagu Lir-ilir dan Gundhul Pacul.
1. Dalam pembentukan kata “royo-royo” dalam lagu Lir-ilir dari  leksem tunggal, “royo” menjadi kata berulang royo-royo. Leksem “royo” mengalami proses reduplikasi sekaligus digramatikalisasi sehingga masuk ke dalam tataran morfologi menjadi kata bereduplikasi royo-royo.
2. Dalam pembentukan kata “nyunggi-nyunggi” dalam lagu Gundhul Pacul dari  leksem tunggal, “nyunggi” menjadi kata berulang nyunggi-nyunggi. Leksem “nyunggi” mengalami proses reduplikasi sekaligus digramatikalisasi sehingga masuk ke dalam tataran morfologi menjadi kata bereduplikasi nyunggi-nyunggi.
3. Dalam pembentukan kata “gundhul-gundhul” dalam lagu Gundhul Pacul dari  leksem tunggal, “gundhul” menjadi kata berulang gundhul-gundhul. Leksem “gundhul” mengalami proses reduplikasi sekaligus digramatikalisasi sehingga masuk ke dalam tataran morfologi menjadi kata bereduplikasi gundhul-gundhul.

b)Proses Reduplikasi Berafiks
Reduplikasi berafiks adalah pengulangan leksem tunggal yang kemudian dilanjutkan dengan afiksasi. Jadi, pada proses reduplikasi berafiks ada dua proses morfologis yang terjadi, yaitu reduplikasi dan afiksasi. Di bawah ini adalah contoh terjadinya reduplikasi berafiks dalam lagu Gek Kepriye, Gambang Suling, dan Lir-Ilir.
1. Dalam pembentukan kata “kanca-kancane” dalam lagu Gek Kepriye dari leksem, “kanca” mengalami dua proses morfologis, yaitu reduplikasi dan afiksasi. Proses pertama adalah reduplikasi. Leksem tunggal “kanca” mengalami reduplikasi sekaligus digramatikalisasikan sehingga masuk ke dalam tataran morfologi menjadi kata bereduplikasi kanca-kanca. Proses kedua adalah afiksasi. Dalam proses afiksasi, kata bereduplikasi kanca-kanca dileksikalisasikan menjadi leksem sekunder kanca-kanca terlebih dahulu. Selanjutnya leksem sekunder tersebut mengalami afiksasi dengan afiks -ne. Setelah mendapat tambahan sufiks -ne, hasil afiksasi tersebut selanjutnya digramatikalisasikan kembali sehingga muncullah kata reduplikasi berafiks kanca-kancane.
2. Dalam pembentukan kata “lir-ilir” dalam lagu Lir-ilir dari leksem, “lir” mengalami dua proses morfologis, yaitu reduplikasi dan afiksasi. Proses pertama adalah reduplikasi. Leksem tunggal “lir” mengalami reduplikasi sekaligus digramatikalisasikan sehingga masuk ke dalam tataran morfologi menjadi kata bereduplikasi lir-lir. Proses kedua adalah afiksasi. Dalam proses afiksasi, kata bereduplikasi lir-lir dileksikalisasikan menjadi leksem sekunder lir-lir terlebih dahulu. Selanjutnya leksem sekunder tersebut mengalami afiksasi dengan afiks -i. Setelah mendapat tambahan prefiks i-, hasil afiksasi tersebut selanjutnya digramatikalisasikan kembali sehingga muncullah kata reduplikasi berafiks lir-ilir.
3. Dalam pembentukan kata “ngon-ingone” dalam lagu Bapak Pucung dari leksem, “ngon” mengalami dua proses morfologis, yaitu reduplikasi dan afiksasi. Proses pertama adalah reduplikasi. Leksem tunggal “ngon” mengalami reduplikasi sekaligus digramatikalisasikan sehingga masuk ke dalam tataran morfologi menjadi kata bereduplikasi ngon-ngon. Proses kedua adalah afiksasi. Dalam proses afiksasi, kata bereduplikasi lir-lir dileksikalisasikan menjadi leksem sekunder ngon-ngon terlebih dahulu. Selanjutnya leksem sekunder tersebut mengalami afiksasi dengan afiks i- dan -ne. Setelah mendapat tambahan prefiks i-, dan sufiks -ne, hasil afiksasi tersebut selanjutnya digramatikalisasikan kembali sehingga muncullah kata reduplikasi berafiks ngon-ingone.

c) Kata Ulang Semu
Kata ulang semu, sebenarnya bukan kata ulang tetapi menyerupai kata ulang karena bentuk dasarnya sudah seperti itu.
Contoh kata ulang semu dalam lagu Gambang Suling: thulat-thulit.



d) Kata Ulang Sebagian
Kata ulang sebagian, adalah kata ulang yang pada proses pengulangannya hanya sebagian dari bentuk dasar saja yang diulang.
Contoh kata ulang sebagian dalam lagu Gundhul Pacul: pacul-cul, wakul-kul.



















BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa ada jenis afiks yang ditemukan dalam bahasa Jawa dalam Lagu daerah Jawa Tengah yaitu
a) prefiks
b) sufiks

Selain itu, ada dua proses afiksasi bahasa Jawa dalam Lagu daerah Jawa Tengah yaitu
a)  infleksi
b) derivasi.
Proses derivasi sebagian besar terjadi pada pembentukan kata baru berkategori nominal dari leksem verbal.
Yang termasuk dalam afiks infleksional adalah prefiks di-; sufiks -e. Sedangkan yang termasuk dalam afiks derivasional adalah prefiks n-; sufiks -ne.

Dan ada proses reduplikasi bahasa Jawa dalam Lagu daerah Jawa Tengah yaitu
a) reduplikasi leksem tunggal
b) reduplikasi berafiks
c) kata ulang semu
d) kata ulang sebagian
DAFTAR PUSTAKA
Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. GreatBritain: Edinburgh University Press.
Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (Edisi ke-6). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Haspelmath, Martin. 2002. Understanding Morphology. New York: Oxford University Press Inc.
Katamba, Francis. 1994. Modern Linguistics: Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (Edisi ke-4). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama.
____________________. 2009. Pembentukan Kata dalam bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama.
Matthews, P.H. 1974. Morphology: An Introduction to the Theory of Word Structure. London: Cambridge University Press.
Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi: Suatu Tijauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.
Poedjosoedarmo, Soepomo dkk,. 1979. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Simpen, Wayan. 2009. Morfologi: Sebuah Pengantar Ringan. Denpasar: Udayana University Press.
ir-ilir.htm#ixzz1fqWgJWNn